Oleh David Prince
Oleh anugerah Allah, gereja yang saya gembalakan telah mengalami pertumbuhan yang fenomenal selama lebih dari 15 tahun terakhir ini. Saya sering bertanya, apa yang menghasilkan pertumbuhan itu? Saya ragu untuk menjawab pertanyaan itu karena hanya Allah yang benar-benar tahu mengapa Dia telah memberikan musim pertumbuhan ini. Saya juga ragu karena pertumbuhan secara angka bukanlah pengesahan akan kesetiaan pelayanan apa pun. Saya biasanya berkata saya tidak benar-benar tahu, tetapi saya tahu beberapa hal yang Allah pakai sebagai katalisator untuk pertumbuhan di dalam jemaat kami. Karenanya, salah satu hal yang saya sebutkan adalah pendisiplinan gereja. Tanggapan yang biasa saya temui adalah tatapan wajah yang bingung dari orang yang saya ajak bicara. Bagi banyak orang, jawaban itu tidak masuk akal. Apa yang lebih tidak mudah dan nyaman selain pendisiplinan gereja?
Bahkan, ada beberapa orang yang membaca artikel ini mungkin tidak pernah mendengar tentang pendisiplinan gereja karena praktek pendisiplinan tidak ada hari ini di dalam gereja-gereja injili. Saya akan mendefinisikan pendisiplinan gereja sebagai aspek vital dari pemuridan Kristen (murid dan pendisiplinan memiliki sumber kata Bahasa Latin yang sama) di mana jemaat dengan penuh kasih bertindak menolong, menyembuhkan, memulihkan, dan membebaskan anggota dari tubuh yang tidak patuh, yang perbuatan atau ajarannya menumbangkan Injil dan menghancurkan kesaksian gereja. Tujuan pendisiplinan adalah demi kebaikan dari orang yang didisiplin, menghormati Allah, pemulihan dari anggota yang didisiplin, dan integritas Injil di gereja. Jika permohonan, doa, dan koreksi selama periode waktu yang panjang tidak membawa pertobatan, maka gereja berhak menetapkan orang yang tidak bertobat untuk dikeluarkan dari keanggotaan gereja. Sebagian besar kasus pendisiplinan tidak pernah sampai ke situ karena terjadi pertobatan yang sungguh di tengah-tengah prosesnya (baca, Mat. 16:19, 18:15-20, Rom. 16:17-18, 1 Kor. 5:1-13, 2 Kor. 7:8-11, Gal. 6:1, Yak. 5:20, 2 Tes. 3:6, 14-15, 1 Tim. 5:19-20, Tit. 3:10-11).
Pendisiplinan gereja, yang dilakukan dengan tepat, adalah tindakan gereja yang positif, penuh kasih, dan perlu untuk pemuridan. Pendisiplinan gereja dilakukan untuk tujuan pemulihan, bukan mengeluarkan anggota. Pendisiplinan gereja tidak pernah diputuskan karena seseorang berdosa. Dikeluarkan dari keanggotaan hanya terjadi karena anggota yang suka melawan itu menolak koreksi penuh kasih dari gereja dan bersikeras dengan dosa yang tidak disesali. Gereja menetapkan pertobatan dari seseorang yang ada di bawah pendisiplinan dan bukan individunya. Gereja harus menolak kelonggaran palsu yang tidak penuh kasih yang memaklumi semua perilaku dengan alasan “Semua orang telah berdosa” (Rom. 3:23) dan “Orang yang tidak berdosa di antara kalian hendaklah dia menjadi yang pertama melempar dengan batu” (Yoh. 8:7). Gereja juga harus menolak kerasnya pendisiplinan yang tidak penuh kasih yang tidak lagi mencari kebaikan dari pelanggar dan hanya menginginkan balas dendam. Sebagaimana Andrew Fuller menulis, “Kasih adalah rahasia besar dari pendisiplinan, dan akan melakukan lebih banyak daripada semua hal lain yang dikumpulkan bersama untuk kesuksesan yang pasti.”
Saya akan memberi satu contoh bagaimana disiplin gereja telah menjadi katalisator untuk pertumbuhan di gereja yang saya gembalakan. Bertahun-tahun yang lalu, kami mendapati salah satu anggota pemudi kami hamil di luar pernikahan. Jika si laki-laki adalah anggota gereja, maka kami akan meminta dia untuk bertobat juga, tetapi dia bukan anggota gereja. Kami segera menghubungi pemudi tersebut untuk bertemu mengetahui keadaannya dan berdoa untuknya. Kami meyakinkan dia akan dukungan kami selama kehamilan dan juga berbicara kepadanya tentang pertobatan terhadap dosanya. Dia menolak keras ide tentang perlunya untuk bertobat dan menolak mentah-mentah untuk mengakui di depan publik, yang kami sarankan karena kehamilannya akan menjadi masalah publik di dalam komunitas gereja. Kami semua terus berdoa untuknya dan kaum wanita di gereja menjangkaunya dengan kasih. Seiring berjalannya waktu, dia melembut dan akhirnya memanggil kami mengatakan bahwa dia mau mengakui dosanya di depan publik dan meminta pengampunan pada jemaat.
Dia melakukan itu pada hari Minggu pagi dalam akhir ibadah. Orang-orang berdiri, menangis karena sukacita, dan menghargai keberanian injil dari wanita muda ini. Orang-orang yang diampuni ingin sekali mengampuni. Setelah pengakuannya, saya berkata kepada jemaat bahwa masalahnya sudah ditangani dan kami tidak bisa melakukan apa pun selain mendukung dia dan bahagia untuk anak yang ada di dalam kandungannya. Saya menambahkan jika dari sini ada yang akan menggosipkan mengenai keadaan tersebut atau memperlakukan dia dengan sikap yang tidak mengasihi, maka kami akan mendatangi mereka dan menyuruh mereka untuk bertobat. Dia dikasihi dengan kasih yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya oleh jemaat yang menunjukkan melalui dukungan, bantuan, dan menyemangati. Beberapa wanita membuat acara tujuh bulanan dan banyak dari mereka yang terus-menerus memberi perhatian terhadap perkembangan keadaannya.
Bayangkan apa yang akan terjadi jika kami mengatasi keadaan itu sama seperti cara banyak gereja menanggapi. Semua orang membicarakannya dengan diam-diam di pojokan, tersenyum ketika dia lewat, dan kemudian melanjutkan gosip ketika dia tidak kelihatan. Wanita muda itu akan hidup dengan rasa malu dan diasingkan jika kami tidak melakukan hal itu. Sedikit saja orang yang akan mendekati dia karena takut untuk mengampuni pilihannya yang berdosa. Kenyataannya, rasa malu itu, dosa budaya yang tersembunyi, seringkali menciptakan sebuah keadaan yang tragisnya mendorong para wanita muda pergi ke klinik aborsi. Alangkah lebih baik untuk melakukan percakapan jujur yang penuh kasih dan menciptakan kesempatan untuk merayakan kuasa dan kemenangan Injil.
Setelah hari Minggu itu, dan orang-orang menyukainya, banyak sekali anggota gereja yang mengatakan kepada saya betapa besar pengaruh sebuah momen seperti itu dan bagaimana itu membuat mereka lebih bersuka di dalam Injil dan menantang mereka untuk dengan jujur membuka dosa-dosa mereka sendiri. Pada waktu pertobatan wanita muda dilakukan depan publik, seorang pengunjung berkata kepada saya mereka tahu pada saat Ashland menjadi gereja bagi mereka karena itu adalah tempat di mana “Yesus mengubah segala sesuatu” bukan hanya slogan tetapi budaya injil yang hidup. Sebagaimana seorang wanita berkata kepada saya, “Tempat ini nyata. Kekristenan pada namanya saja telah menidurkan saya ke dalam kelesuan seolah-olah itu adalah segalanya.” Wanita muda yang bertobat itu menulis surat kepada saya beberapa tahun kemudian, setelah dia pindah dan berkata, “Sebelumnya, saya percaya berita Injil, tetapi saya tidak pernah merasakan dan mengalami kasih Injil seperti itu sebelumnya. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih” Tentu saja, tidak semua keadaan berakhir dengan indah seperti itu, tetapi semuanya merupakan aspek yang sangat diperlukan dalam pemuridan Kristen.
Matius 18:20 berkata, “Sebab, di tempat dua atau tiga orang berkumpul bersama dalam Nama-Ku, Aku ada di tengah-tengah mereka” dan ini sering dikutip seakan-akan menyatakan bahwa Kristus muncul ketika kita berkumpul bersama untuk menyembah. Ayat ini sebenarnya lebih khusus. Ini adalah sebuah janji indah mengenai kehadiran Kristus di dalam pekerjaan sulit pendisiplinan gereja ketika itu dengan tepat dilaksanakan sebagai ekspresi otoritas Yesus. Betapa ini sangat menguatkan! Juga, itu seharusnya membuat kita bertanya-tanya apa yang dikatakan mengenai gereja yang tidak mau menerapkan pendisiplinan? Dalam Matius 18:20, Yesus menyatakan janji langsung akan kehadiran-Nya berkaitan dengan pendisiplinan gereja, “Aku ada di tengah-tengah mereka,” dan dalam akhir Matius Dia, melakukan hal yang sama, yaitu setelah memberikan Amanat Agung Dia berkata, “Aku selalu bersamamu” (Matius 28:20). Satu janji tampaknya diberikan sebelum janji yang lain ketika tindakan kesetiaan sangat diperlukan di dalam gereja-gereja-Nya. Ya, pendisiplinan gereja dapat menolong gereja Anda bertumbuh. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: Reformation21.org
URL: http://www.reformation21.org/blog/2018/08/a-church-growth-discipline.php
Judul asli artikel: A Church Growth Discipline
Penulis artikel: David Prince
Tanggal akses: 15 Agustus 2018