Di antara banyak alasan lainnya, Yesus mengagumkan karena Ia memiliki banyak segi; Ia bukan karakter datar atau karya seni minimalis satu titik di atas kanvas putih. Ia multi-dimensi. Kita mulai melihat kemuliaan ini melalui beragam sebutan yang dimiliki oleh Allah-manusia — Kristus, Mesias, Yang Diurapi, Juru Selamat, Sahabat, Raja, Imam Besar, Pencipta, Pantocrator (Yang Mahakuasa), Tuhan, Yang Tersalib, Yang Bangkit, Anak Allah, Anak Manusia, Anak Daud, Adam Baru/Adam Kedua/Adam Terakhir, Raja orang Yahudi, Orang yang Menderita, Terang Dunia, Harapan Semua Bangsa, Penasihat Ajaib, Allah Yang Mahakuasa, Nabi, Rasul, Roti Kehidupan, Rabbi, Penghibur, Singa, dan Anak Domba. Dalam keragaman yang berlapis-lapis ini kita mendapatkan petunjuk tentang apa yang disebut Jonathan Edwards sebagai penjajaran yang mulia tentang kesempurnaan ilahi.
Akan tetapi, ada sebutan lain yang dipakai Yesus, meskipun hanya sedikit orang Kristen saat ini yang mengucapkan atau memerhatikannya. Ia adalah Kristus Sang Pendidik.
Saat pertama kali mendengarnya, itu terdengar aneh. Christ the Teacher (Kristus Sang Guru) terdengar sedikit lebih biasa. Guru memang gelar penting bagi Yesus dengan penegasan alkitabiah yang jelas: Ia terus-menerus mengajar dan mengajar; Ia digambarkan sebagai nabi yang mengajar, raja yang mengajar, dan guru yang mengajarkan kebijaksanaan sebanding dengan Salomo yang Bijaksana. Jadi, Kristus Sang Guru adalah sebutan yang bagus.
Akan tetapi, saya menawarkan Kristus Sang Pendidik, bukan hanya Kristus Sang Guru. Apakah ini hanya angan-angan yang datang dari seorang administrator dan profesor pendidikan tinggi?
Saya rasa tidak. Kitab Suci, teologi, dan sejarah gereja semuanya menunjukkan kepada kita bahwa meskipun Kristus adalah seorang guru dalam arti mengungkapkan pengetahuan yang benar, Ia juga lebih daripada itu. Ia adalah Pendidik Jiwa.
Kristus sebagai Pendidik berarti Ia tidak hanya menyampaikan informasi; Ia mengubah jiwa. Dialah yang memimpin kita keluar (arti asli dari "ex-ducere" = "mendidik") dari kegelapan, ketidaktahuan, dosa, dan kematian, dan memimpin kita dari kehidupan sampai kematian, kefanaan sampai kekekalan.
Kristus dan Paideia
Kunci untuk memahami perbedaan antara Kristus sebagai Guru dan Kristus sebagai Pendidik adalah dengan mengenali sesuatu yang penting tentang hakikat pendidikan yang sebenarnya. Yaitu, menggunakan kata kuno, paideia.
Paideia, yang berasal dari kata Yunani yang berkaitan dengan anak-anak, digunakan di mana-mana dalam literatur Yunani untuk merujuk pada membawa anak-anak dari masa kanak-kanak hingga dewasa melalui pendidikan. Paideia adalah ide kuno yang terus mendorong filosofi pendidikan melalui sebagian besar sejarah peradaban Barat hingga abad ke-20. [ii]
Menurut pemahaman ini, tujuan pendidikan adalah untuk melatih dan mendewasakan seluruh pribadi — tubuh, pikiran, dan jiwa. Paideia secara tegas membentuk anak-anak untuk memahami dan menghargai "yang indah dan yang baik," selalu mengejar "keunggulan" atau "kebajikan". Di seluruh literatur Yunani, tujuan akhir (telos) dari pendidikan manusia seutuhnya dipahami sebagai kehidupan yang memuaskan untuk berkembang yang hanya dapat dialami oleh orang dewasa (teleios). Sasaran (telos) dan keadaan kedewasaan (teleios) ini adalah kata-kata Yunani penting yang muncul juga di dalam Alkitab, sering kali diterjemahkan sebagai "sempurna" dan "kesempurnaan".
Jadi, pendidikan paideia berkaitan dengan membentuk orang, (proses bagaimana orang menafsirkan, memahami peristiwa kehidupan, hubungan, dan diri - Red.) bukan melatih orang membuat sesuatu, seperti halnya dengan penekanan pada pelatihan kejuruan yang lazim saat ini.[iii] Paideia bukan hanya mentransfer informasi dan mengembangkan keterampilan kerja. Sebaliknya, pendidikan sejati bukan hanya menginformasikan, tetapi juga mengubah kita dari ketidakdewasaan menjadi kedewasaan melalui kebiasaan, kasih sayang, dan liturgi.[iv]
Inilah tepatnya mengapa banyak teolog dan pendeta sepanjang sejarah telah berbicara tentang pemuridan Kristen sebagai paideia dan telah menggunakan sebutan Pendidik atau Pedagog bagi Yesus. Salah satu dari tiga karya utama bapa gereja yang berpengaruh, Clement dari Alexandria (150–215 M), misalnya, adalah tentang sebutan dan peran sejati Yesus — Christ the Educator (Kristus Sang Pendidik). Dan, Clement tidak sendirian dalam merefleksikan keindahan dan pentingnya pemahaman tentang Yesus ini.
Kekristenan dan Paideia
Pemahaman tentang pendidikan sebagai paideia ini terbukti membantu dalam membaca dan menafsirkan Kitab Suci. Meskipun visi Alkitab tentang paideia sangat khas Kristen, itu masih merupakan visi paideia. Ajaran-ajaran Alkitab Yunani tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari bahasa dan konsep pandangan dunia tempat ajaran itu dihasilkan. Dan, dalam pemeliharaan Tuhan para penulis Perjanjian Baru hidup dan bernapas di sebuah masa dimana pandangan pendidikan (baik dalam konteks Yahudi dan Yunani) menonjol. Memang, saya akan sangat berani menyarankan agar paideia digunakan untuk menjelaskan dan mengilustrasikan kebenaran Injil dan arti keselamatan.
Perhatikan bagaimana Injil menggambarkan pelayanan Yesus dan bagaimana Paulus dan rasul lainnya melanjutkan pola ini. Pelayanan Yesus dan para rasul berikutnya adalah mengumpulkan murid - murid yang tidak hanya akan mempelajari tentang isi kebenaran tetapi juga akan belajar bertumbuh dalam kedewasaan melalui peniruan (1 Kor. 4:16; 11:1 ; 3 Yohanes 1:11 ).[v]
Dan, perhatikan lagi kata alkitabiah "murid" (mathetes). Kita sudah terbiasa dengan gloss bahasa Inggrisnya dan tidak terbiasa dengan pendidikan kuno sehingga kita sering tidak melihat hubungannya. Murid adalah siswa, pelajar, pengikut seorang pendidik/pedagog. Baik dalam tradisi rabi Yahudi atau banyak bentuk paideia Yunani-Romawi kuno, seorang pendidik mengumpulkan murid/siswa dan melatih mereka untuk mendewasakan pikiran dan jiwa. Pada tingkat fundamental identitas kita, orang Kristen disebut murid, pelajar. Dan, satu implikasinya yang tidak salah lagi — tetapi sering terlewatkan — adalah bahwa Yesus adalah Pendidik Agung kita.
Dia memiliki banyak sebutan lain, tentu saja — Raja, Juru Selamat, Sahabat, dan seterusnya — tetapi Ia juga Pendidik. Dia lebih dari Pedagog kita, tapi Ia bukan kurang dari itu. Memang, saya menyarankan bahwa meskipun kita kehilangan pemahaman ini sekarang, itu adalah motif utama pada inti bagaimana Kristus dan kita disajikan dalam Kitab Suci.
Lebih banyak lagi yang dapat dan harus dikatakan tentang kebenaran yang indah ini; banyak teks Perjanjian Lama dan Baru dapat dibaca ulang dalam terang pemahaman yang diperbarui tentang keselamatan Tuhan sebagai karya yang mendidik jiwa.
Sebagai satu contoh, perhatikan kata-kata dari Ibrani ini, perhatikan bagaimana teks Yunani membangkitkan konsep paideia dan kedewasaan teleios yang begitu umum di seluruh dunia kuno.
Sudah selayaknya Ia -- yang bagi Dia dan melalui Dia segala sesuatu ada -- menyempurnakan Perintis Keselamatan anak-anak-Nya melalui penderitaan, untuk membawa mereka kepada kemuliaan. (Ibr. 2:10)
Meskipun Yesus adalah Anak, tetapi Ia belajar untuk taat melalui penderitaan yang dialami-Nya. Dan setelah disempurnakan, Ia menjadi sumber keselamatan kekal bagi semua orang yang taat kepada-Nya. (Ibr. 5:8–9)
Apakah Anda sekarang sudah melupakan nasihat yang menyebut Anda sebagai anak? -Hai anakku, jangan anggap enteng didikan (paideia) Tuhan, dan jangan merasa kecil hati ketika kamu ditegur-Nya. Sebab, Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan mencambuk orang yang diterima-Nya sebagai anak.- Kamu harus bertahan demi didikan itu karena itu berarti Allah sedang memperlakukanmu sebagai seorang anak; lagi pula, anak macam apakah yang tidak pernah dididik oleh ayahnya? Jika kamu tidak pernah menerima didikan yang seharusnya diterima oleh semua anak, kamu adalah anak haram, bukan anak yang sah. Selain itu, kita memiliki ayah-ayah di dunia ini yang mendidik kita, dan yang kita hormati; jika demikian, bukankah kita harus lebih lagi menundukkan diri kepada Bapa atas segala roh dan atas hidup? Sebab, jika ayah kita yang ada di dunia ini menghajar kita untuk waktu yang singkat berdasarkan cara yang mereka anggap paling baik, Bapa yang ada di surga menghajar kita demi kebaikan kita sendiri sehingga kita memperoleh bagian dalam kekudusan-Nya. Semua didikan, pada saat diberikan, memang tidak menyenangkan dan menyakitkan. Akan tetapi, sesudah itu akan menghasilkan buah kebenaran yang memberi damai sejahtera kepada mereka yang telah dilatih oleh didikan itu. (Ibr. 12:5–11)
Ada begitu banyak makna dalam teks-teks ini yang melampaui pembahasan kita di sini. Tetapi dengan mata yang diperbarui sebagai murid Yesus kita dapat mendengar ajakan-Nya untuk belajar dan dilatih dalam jiwa oleh Kristus Sang Pendidik yang murah hati. (t/Jing-jing)
[i] John Piper memiliki perenungan yang relevan tentang hal ini dalam Seeing and Savoring Jesus Christ, bab 3, "The Lion and the Lamb.-
[ii] David Naugle memiliki pengantar yang bermanfaat untuk paideia di sini.
[iii] Lihat esai Wendell Berry " The Loss of the University ".
[iv] Lihat khususnya Desiring the Kingdom karya James K. A. Smith dan Re-Envisioning Theological Education karya Robert Banks .
[v] Jason Hood memberikan teologi biblika yang kuat tentang peniruan dalam bukunya, Imitataing God in Christ: Recapturing a Biblical Pattern.
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
URL | : | https://www.thegospelcoalition.org/article/christ-the-educator/ |
Judul asli artikel | : | Christ the Educator |
Penulis artikel | : | Jonathan Pennington |