Dampak yang Mengubahkan dari Pemuridan yang Sejati

Terdapat krisis pemuridan di gereja Amerika hari ini.

Banyak sekali penelitian yang menegaskan pengamatan sederhana bahwa dalam banyak cara hidup dari sebagian besar orang yang mengaku Kristen adalah tidak jauh berbeda dari sesama mereka yang bukan orang percaya. Seperti bangsa Israel dulu dan gereja dalam beberapa periode sejarah, kita telah mengadopsi kepercayaan, nilai, dan perilaku dari kebudayaan sekitar sampai pada tingkat yang menakutkan. Meskipun terdapat pengecualian di antara individu-individu dan jemaat, mereka hanya berfungsi untuk menegaskan realitanya.

Keadaan yang menyedihkan ini mendatangkan celaan pada nama Yesus Kristus, merusak kredibilitas gereja, memperkuat retorik ateis, dan menimbulkan seringnya tuduhan kemunafikan atas umat Allah dan karya-Nya. Ini sangat bertentangan dengan ajaran Yesus tentang pemuridan dan saksi gereja di era yang lain, dan ini memberikan kita sebuah tantangan yang mendesak dan tak dapat dielakkan.

Bagian yang signifikan dari permasalahan kita hari ini adalah kesalahpahaman yang tersebar mengenai natur pemuridan. Mari secara singkat kita melihat apa yang diajarkan Yesus tentang pemuridan, bagaimana jemaat mula-mula berespons, dan di mana kita hari ini. Mungkin hal ini akan menolong kita untuk melihat dengan jelas apa yang perlu kita lakukan.

(Pandangan) Yesus Terhadap Pemuridan

Yesus memulai pelayanan publik-Nya dengan sebuah berita anugerah yang sederhana: "Bertobatlah karena Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat. 4:17), atau sebagaimana Markus mencatatnya, "Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Mrk 1:15). Dengan ini, Yesus mengartikan bahwa di dalam Pribadi-Nya sendiri, kerajaan Allah saat ini secara unik hadir dan orang-orang harus berespons dengan mempercayai kabar baik ini, berbalik dari dosa-dosa mereka, dan percaya kepada Dia. Segera setelah Dia memulai pelayanan-Nya, Yesus memanggil murid-murid pertama-Nya, Simon Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes, yang adalah para nelayan. Suatu hari, saat mereka sedang melakukan pekerjaan mereka di tepi Laut Galilea, Yesus muncul dan berkata, "Marilah ikut Aku dan Aku akan menjadikanmu penjala manusia." (Mat. 4:19). Panggilan itu datang pada waktu yang tidak tepat, meminta untuk lebih mengutamakan Dia daripada keluarga, teman-teman, dan mata pencaharian dan menimbulkan pengorbanan personal. Yang bisa mereka lakukan hanyalah merespons di dalam ketaatan iman terhadap perintah Yesus atau pergi dalam ketidakpercayaan.

Melayani dari kota ke kota, Dia memanggil banyak pria dan wanita lain mengikut Dia, dan jumlahnya bertambah banyak. Dia memanggil mereka bukan sekadar untuk menjadi pengagum atau bahkan pindah agama. Dia memanggil mereka untuk berbalik dari dosa mereka, percaya kepada-Nya, dan menjadi murid-murid-Nya –- orang-orang yang akan berusaha untuk mempelajari dan menaati firman-Nya. Sebagian besar akan tetap ada dalam komunitas dan tempat kerja mereka sebagai garam dan terang, mengabdi kepada-Nya, bertumbuh di dalam kasih karunia, dan melayani ornag-orang di sekitar mereka. Seiring berjalannya waktu, mereka akan mengenakan karakter Tuan mereka: menunjukkan kasih, kerendahan hati, pelayanan, ketaatan, dan ketahanan mereka. Beberapa saat sebelumnya, Yesus semalam-malaman berdoa (Lukas 6:12-16), kemudian memilih 12 orang dari mereka yang akan terbentuk sebagai komunitas kecil pergi dan melayani bersama-Nya dan menjadi rasul-rasul. Mereka menonjol dalam (pekabaran) Injil, dan pengalaman mereka bersama-Nya memberi kita studi kasus yang sederhana tentang bagaimana menjadi para pengikut Yesus yang dewasa.

Meresponi panggilan Yesus akan pertobatan dan pemuridan adalah awal dari perjalanan panjang bagi para pengikut-Nya yang pertama. Untuk melanjutkan perjalanan itu, mereka membutuhkan petunjuk tentang bagaimana hidup di dalam kerajaan Allah. Karena itu Yesus membawa mereka pergi untuk mendapatkan pengajaran yang intensif mengenai hal-hal dasar kehidupan kerajaan. Di dalam Khotbah di Bukit/Ucapan Bahagia, Dia memberi mereka kebenaran yang mengubahkan-hidup tentang hal-hal seperti kerendahan hati, kemurnian hati, iman, doa, kasih kepada sesame, dan ketaatan radikal pada ajaran-ajaran-Nya, beberapa diantaranya. Petunjuk yang teratur akan menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan komuntias mereka saat mereka bertumbuh dalam pemuridan dan pelayanan. Sampai hari ini, Khotbah di Bukit tetap menjadi ajaran mendasar bagi setiap orang yang mengikut Yesus.

Dalam beberapa kesempatan, Yesus memberitahu para murid-Nya dan orang banyak bahwa mengikut Dia akan tidak mudah: "Jika ada yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya sendiri, memikul salibnya, dan mengikut Aku. Karena siapa yang ingin menyelamatkan nyawanya akan kehilangan nyawanya. Akan tetapi, siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya." (Mat. 16:24 -- 5; Mrk 8:34 -- 5; Luk 9:23 -- 4). Maksud Yesus adalah mengikuti Dia hanya mungkin jika kita dengan radikal mengatakan tidak pada keinginan yang berpusat-pada diri-sendiri dan menerima fakta yang sulit yaitu kesetiaan dapat merugikan kehidupan seseorang. Hanya dengan tepat memperhitungkan realita yang menyedihkan ini orang-orang dapat bebas mengikuti Dia dengan setia.

Pada kesempatan yang lain, Yesus berkata kepada kerumunan orang banyak yang sedang mengikuti Dia, "Jika seseorang datang kepada-Ku tetapi tidak membenci ayah dan ibunya, istri dan anak-anaknya, saudara laki-laki dan saudara perempuannya, bahkan hidupnya sendiri, ia tidak bisa menjadi murid-Ku … begitu juga dengan kamu masing-masing, tidak ada seorang pun di antara kamu yang dapat menjadi murid-Ku jika ia tidak menyerahkan seluruh kepunyaan-Nya." (Luk 14:25, 33). Yesus sedang mengatakan bahwa kasih untuk-Nya harus lebih utama daripada segala relasi dan perhatian di dunia, tanpa pengecualian. Hal ini terdengar kasar di telinga kita, tetapi ini didasarkan pada kasih, kebenaran, dan realisme yang mutlak. Dia tidak pernah menurunkan harga mengikuti Dia demi jumlah orang yang lebih banyak. Dia juga tidak mendorong orang-orang untuk mengikuti Dia ketika mereka tidak siap. Dia ingin semua orang untuk memperhitungkan harga dari lebih mengutamakan Dia dan bersiap untuk adanya pemisahan, penolakan, dan penderitaan yang diminta dari komitmen seperti itu.

... mengikuti Dia hanya mungkin jika kita dengan radikal mengatakan tidak pada keinginan yang berpusat-pada diri-sendiri.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Walaupun Dia meminta komitmen total, Yesus penuh anugerah. Dia tidak membebani para pengikut-Nya dengan tuntutan yang tidak masuk akal seperti yang dilakukan oleh Ornag-orang Farisi (dan beberapa orang hari ini). Dia tahu betapa lemahnya manusia yang telah jatuh dalam dosa dan betapa menuntutnya pengajaran-Nya. "Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, dan Aku akan memberimu kelegaan. Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah dari-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan kamu akan mendapatkan ketenangan dalam jiwamu. Sebab, kuk yang Kupasang itu mudah dan beban-Ku ringan." (Mat. 11:28 -- 0). Dia mengundang semua yang beban agama legalistik yang melelahkan untuk dilepaskan, memikul kuk pemuridan-Nya, dan belajar dari-Nya. Pradoksnya, pemuridan-Nya, meskipun menuntut, adalah mudah dan ringan. Ini adalah karena Yesus akan mengutus Roh Kudus-Nya untuk memberdayakan murid-murid-Nya untuk menaati perintah-perintah-Nya. Dan juga karena Dia memperpanjang anugerah dan pengampunan ketika mereka gagal. Kita hanya perlu memikirkan betapa lemah, berdosa, dan sering tidak mengertinya 12 murid itu selama 3 tahun bersama dengan-Nya dan betapa sabar, baik, dan mengampuni Dia terhadap mereka. anugerah-Nya yang terus-menerus menghasilkan transformasi pada kehidupan mereka, sama seperti kepada semua orang yang mengikuti Dia.

Sebelum kembali ke Surga, Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk melanjutkan pekerjaan yang telah Dia mulai: "Karena itu, pergilah dan muridkanlah semua bangsa, baptiskanlah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, ajarkanlah mereka untuk menaati semua yang Aku perintahkan kepadamu; dan lihatlah, Aku selalu bersamamu, bahkan sampai ke akhir zaman." (Mat. 28:18 -- 0).

Ini adalah rencana yang jelas, sederhana, dan cemerlang. Ini meminta semua ras dan suku bangsa bersama-sama mengalami kabar baik akan anugerah dan kasih Allah, yang ditunjukkan dalam kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus. Mereka yang menerima berita itu harus dibaptis ke dalam persekutuan gereja dan diajar untuk menaati semua yang Yesus ajarkan. Tujuannya bukan hanya pindah agama tetapi murid yang berkomitmen berintegrasi ke dalam komunitas baru, yang akan, di dalam persekutuan satu sama lain, belajar dan menaati apa yang Yesus telah ajarkan kepada 12 murid. Dan, karena apa yang Dia ajarkan kepada mereka termasuk amanat agung ini, maka pastilah murid-murid akan melahirkan murid-murid lagi dari generasi ke generasi sampai Dia kembali.

Pemuridan dalam Gereja Mula-mula

Gereja mula-mula ingin sekali melanjutkan pekerjaan Yesus yang telah diberikan kepada mereka. kita melihat mereka di dalam Kis. 1, berkumpul bersama sebagai satu komunitas terdiri dari 120 murid yang siap untuk "pergi dan memuridkan semua bangsa," dan sedang menantikan pemberdayaan Roh Kudus untuk melakukan itu. mereka tidak perlu menunggu lama. Ketika Roh Kudus dicurahkan pada Hari Pentakosta, khotbah Petrus yang berkuasa menghasilkan tiga ribu orang percaya baru ke dalam persekutuan. Beberapa hari kemudian, jumlahnya bertambah menjadi lima ribu, dan para pemimpin Yahudi merespons dengan penganiayaan. Ketika menjadi lebih parah, pada murid berkumpul untuk berdoa. Karena semangat mereka adalah untuk memuliakan Allah, mereka berdoa bukan untuk perlindungan tetapi memohon keberanian untuk memberitakan Kristus dengan dampak yang bahkan lebih besar. Allah menjawab doa-doa mereka, dan lebih banyak orang diselamatkan dan menjadi bagian dari gerakan baru pengikut Yesus ini.

Ketika berada di bumi, Yesus memimpin komunitas murid-murid. Seperti yang sudah Dia janjikan, Roh Kudus sekarang akan memperluas, memimpin, dan memberdayakan mereka untuk memuliakan Dia dan melanjutkan misi-Nya. Pengabdian mereka yang tak kenal takut dan sepenuh hati kepada Yesus yang bangkit meskipun terdapat penganiayaan dari orang Yahudi menunjukkan kualitas kehidupan secara pribadi dan bersama-sama sehingga menawan hati dan pikiran orang banyak, dan Injil terus disebarkan, lama kelamaan sampai ke Roma.

Penganiayaan Romawi dijalankan atas perintah Nero dan merupakan hal yang sangat kejam. Ahli sejarah Roma, Tacitus, memberi tahu kita bahwa pada tahun 64M, Nero mengikat "sejumlah besar" orang-orang percaya di Roma dan menghukum mati mereka dengan cara yang paling kejam yang bisa dibayangkan. Tacitus dan juga filsuf Seneca, adalah pengagum orang-orang Kristen, tetapi mereka bersimpati terhadap orang-orang percaya karena cara mereka yang dikorbankan dengan sembarangan untuk kegilaan Nero. Beberapa orang disalibkan untuk mengejek Kristus. Yang lainnya dilumuri dengan ter dan damar, dirantai di tiang-tiang, dan dibakar menjadi penerang taman Nero untuk tamu-tamunya. Ada lagi yang dijahit ke dalam kulit binatang, dilemparkan ke anjing-anjing ganas, dan dicabik-cabik di arena untuk menghibur rakyat banyak. Paulus dan juga Petrus mati sebagai martir akibat amukan gila Nero, Paulus dengan kepala dipenggal dan Petrus disalibkan.

Seseorang mungkin berpikir bahwa serangan seperti itu akan menghancurkan gereja atau setidaknya melumpuhkan gereja secara tetap. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka memiliki ajaran Yesus dan kehadiran Roh Kudus yang memberdayakan. Dan, tujuh tahun sebelumnya, Paulus telah mengirim sebuah surat kepada orang-orang percaya ke Roma untuk menolong mereka kuat di dalam iman. Dia mendesak mereka, "Karena itu, oleh kemurahan Allah, aku mendorong kamu, saudara-saudara, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah; itulah ibadahmu yang sejati." (Rm. 12:1). Paulus, murid Yesus, telah memanggil mereka untuk meresponi anugerah Allah dengan komitmen sepenuh hati kepada Allah apa pun kesulitannya. Karenanya, banyak yang bertahan terhadap kekejaman Nero dengan berani. Dan, gereja terus bertumbuh.

Selama bertahun-tahun, kaisar-kaisar lain memerintahkan juga penganiayaan: seperti Domitian, Trajan, Septimius Severus, Marcus Aurelius, Decius, Valerian, dan Diocletian. Banyak orang percaya, para anggota gereja biasa dan para pemimpin terkemuka, disalibkan, dibakar di tiang sula atau dilemparkan ke arena. Akan tetapi, gereja terus bertumbuh. Sebagaimana Tertullian kemudian berkata, "Darah kaum martir adalah benih gereja." Dan, sesungguhnya itu benar; pada awal abad keempat, 10% populasi Kerajaan Roma (sekitar 6 juta orang) telah menjadi pengikut Yesus.

Tentu saja, jemaat mula-mula tidak sempurna. Memiliki masalah-masalah, sama seperti gereja-gereja pada era kerasulan. Akan tetapi, ajaran yang teliti dan memuridkan, api penganiayaan yang berkala, dan kemungkinan yang terus-ada, cenderung untuk memurnikan gereja dan memastikan bahwa sebagian besar anggota adalah para pengikut Yesus yang sejati. Pada umumnya, relatif terdapat sedikit kompromi, hanya nama saja, dan keduniawian yang akan menimpa gereja sejak zaman Konstantin dan seterusnya. Sebagaimana yang dikatakan Profesor David Calhoun, "Mereka hidup lebih lama, berpikir lebih cemerlang, dan …. Orang-orang yang beragama, dan dengan demikian membangkitkan rasa kagum di dunia yang sedang tenggelam dalam kegelapan ketakhyulan orang-orang yang tidak beragama." Meringkas gereja tiga abad pertama, F.F. Bruce berkata, "Kami meninjau sejarah Kekristenan sampai ke tahun 313 tanpa rasa malu, tetapi dengan rasa bahwa ini adalah sesuatu untuk membangkitkan rasa terima kasih dan menginspirasi keberanian."2

Terjadi kesadaran yang tersebar luas bahwa pemuridan dalam gereja Amerika mengalami kegagalan karena jauh dari ajaran Yesus. Dalam banyak kasus, ini adalah karena orang-orang tidak menyadari apa yang benar-benar diajarkan oleh Alkitab; dalam kasus lainnya, ini adalah karena mereka disesatkan oleh ajaran yang salah. Apa pun alasannya, relatif sedikit orang yang mengaku sebagai orang Kristen tampaknya menjalani hidup seperti murid-murid Yesus yang sejati. Sebagai akibatnya, banyak yang tidak menghormati Dia, mendiskreditkan gereja, membuat orang-orang tidak percaya tidak tertarik, dan menghilangkan pengaruh kebenaran Allah dalam dunia sekuler.

Bagaimana kita merespons keadaan seperti ini? Karena artikel-artikel lain mengenai isu ini akan membahas lebih lengkap, saya akan menyimpulkan dengan tiga kesimpulan ide. Pertama, masing-masing kita sendiri harus mulai dengan jujur mencari anugerah Allah untuk menjadi murid Yesus yang lebih setia. Ini mungkin melibatkan komitmen yang dibaharui dari kita semua dan semua yang kita berikan kepada-Nya, apa pun resikonya. Kedua, kita harus mencari cara untuk menolong gereja kita sendiri untuk menjadi komunitas murid yang berusaha untuk menggenapi Amanat Agung di dalam kuasa Roh Kudus. Ketiga, kita harus berusaha keras untuk hidup di depan umum bagi Kristus dan berusaha untuk menjadi garam dan terang di dalam dunia, memberikan pengaruh kepada keluarga, teman-teman, rekan kerja, dan komunitas kita.

Inilah yang dilatihkan oleh C.S. Lewis Institute kepada orang-orang percaya selama 35 tahun belakangan. Dan, lebih daripada sebelumnya, kita berdoa agar Allah membangkitkan gerakan kembali pada pemuridan yang otentik yang akan memulihkan kehidupan, gereja, masyarakat kita, dan yang terutama untuk kehormatan Allah di hadapan dunia yang menyaksikan. Kami mengundang Anda untuk bergabung bersama kami atau ke dalam beberapa pelayanan lain dengan tujuan yang sama ini.

(t/Jing-Jing)

Catatan:

  1. David Calhoun, Ancient and Medieval Church History, Covenant Theological Seminary, 1999, course lecture 3.
  2. F.F. Bruce, The Spreading Flame (Grand Rapids: Eerdmans, 1958), 29.

Diterjemahkan dari:

Nama situs:C.S.Lewis Institute

Alamat situs:http://www.cslewisinstitute.org/The_Transforming_Impact_of_True_Discipleship_SinglePage

Judul asli artikel:The Transforming Impact of True Discipleship

Penulis artikel:Thomas A. Tarrants III, D. Min

Tanggal akses:20 Desember 2018