Prinsip-Prinsip Alkitabiah dalam Pemuridan Kaum Muda

Larry Lindquist

Mengartikan pemuridan bisa menjadi sangat sulit. Waktu itu, saya merasa seperti Duke Ellington, seorang komposer jazz besar, yang ditanya tentang definisi dari ritme. "Jika Anda dapat memahaminya (ritme - Red), Anda tidak memerlukan definisi apa pun," dia menanggapi. "Dan, jika tidak bisa memahaminya, tidak ada satupun definisi yang dapat membantu."

Sebagian besar pelayanan kaum muda memiliki pemahaman tersirat tentang hal yang kita ingin agar diketahui/dipercaya/dialami/dilakukan oleh murid-murid kita sebelum mereka meninggalkan pelayanan kita; tetapi banyak pemimpin yang masih kurang paham tentang definisi yang jelas dari pemuridan itu sendiri, dan situasi tersebut akan menghambat usaha pembimbingan para murid untuk menjadi murid-murid Yesus yang dewasa.

Alkitab memberitahukan kepada kita mengenai tiga aspek kunci dari topik yang sangat penting ini:
- Dimensi dari pemuridan (Ilmu, pengalaman, dan hubungan apa yang mendasar?)
- Proses dari pemuridan (Bagaimana seseorang bisa menjadi seorang murid?) 
- Tanda-tanda dari seorang murid? (Apa sifat alami dari keserupaan dengan Kristus, dan kurikulum apa yang bisa kita pakai untuk mengajarkan ini?)

Di dalam realitas, sebagian besar dari kita menekankan salah satu dimensi tentang pemuridan lebih dari yang lain. Beberapa dari kita memakai praktik baku yang membantu kita untuk bertumbuh. Mungkin memperhatikan secara serius kepada subyek pemuridan kita akan membantu kita menjadi lebih teologis dan sungguh-sungguh di dalam pendekatan kita. 

Empat Dimensi dari Pemuridan

Lukas 2:52 memberi kita gambaran mengenai masa remaja dari Yesus, memberitahu kita bahwa Dia bertumbuh dalam dua cara: secara horizontal (hubungan dengan manusia) dan secara vertikal (hubungan dengan Allah). Dua dimensi tersebut juga sudah dicontohkan-Nya di kayu salib. Pemuridan secara vertikal juga termasuk perdamaian kita dengan Allah (Roma 5:10), sedangkan pemuridan secara horizontal berarti kita harus berdamai dengan orang lain (Matius 5:24, Matius 25:40).

Pendekatan dua dimensi ini lebih sering diupayakan oleh beberapa pemimpin daripada pendekatan satu-dimensi yaitu pendekatan "Jesus-and-me (Yesus dan saya)". Meskipun dimensi vertikal sangatlah penting, tidak ada yang dapat bertumbuh sama seperti murid-murid Yesus di dalam keterasingan.

Tetap saja, saya tidak berpikir bahwa model pendekatan dua-dimensi tersebut bisa melengkapi guna menjelaskan realitas multi-dimensi dari pengalaman hidup manusia. Saya lebih memilih pendekatan empat-sisi yang digambarkan oleh piramida, yang mana memiliki 3 sisi yang bisa terlihat dan sebuah dasar. Saya menggunakan model pendekatan piramida untuk menggambarkan 4 dimensi pemuridan berikut ini:

A) Iman; ini adalah sisi pengetahuan dari pemuridan. Apa inti dari iman yang harus diketahui para murid guna menyediakan mereka sebuah dasar yang Alkitabiah? Mengajar dan melatih dasar-dasar kebenaran tersebut adalah dimensi yang sangat krusial untuk pemuridan. Roma 10:2 berkata "mereka memiliki semangat untuk Allah, tetapi tidak berdasarkan pada pengetahuan yang benar." Adalah sesuatu yang menakutkan untuk mengamati ketidak-tahuan dengan hati yang berapi-api! Namun, di dalam usaha kita untuk memuridkan mereka, kita terkadang lebih memiliki semangat daripada pengetahuan, lebih banyak semangat yang membara daripada isi dari pemuridan itu sendiri. Kebalikannya bisa saja benar, sama seperti ketika kita menciptakan siput yang cerdas.

B) Hubungan; tanggung jawab yang timbul berbarengan dengan relasi. Buah-buah Roh ditunjukkan di dalam komunitas. Di dalam Yohanes 13:35, Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana orang-orang akan dapat mengenali para murid-Nya, dan bukan melalui seberapa baik mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Yesus. Dia mengingatkan kita bahwa kita akan dikenali sebagai murid-murid-Nya melalui cinta kasih kita terhadap sesama. Pengetahuan sangatlah penting, namun konteks sebagai komunitas adalah ketika pemuridan dipraktikkan dan diamati.

C) Keyakinan; sisi belakang dari piramida ini mungkin jarang sekali diamati, meskipun peranannya sangatlah penting bagi pemuridan. Ini adalah hasrat yang mendorong ketaatan kita. Tanpa itu, para murid hanya akan berorientasi kepada tugas-tugas yang akan memimpin mereka untuk mengikut Kristus. Paulus berbicara tentang dimensi pemuridannya dalam 2 Korintus 5:14 di mana dia menyatakan bahwa, cinta kasih Kristus mendorongnya karena dia sudah diyakinkan. Dua kata tersebut dipenuhi oleh dorongan hasrat dan keyakinan pribadi.

Ini adalah tiga konsep yang perlu Anda pahami. Orthodoksi berarti saya tahu hal-hal yang benar. Orthopraksi berarti saya melakukan hal-hal yang benar. Orthopathos berarti saya memiliki dorongan hasrat dan keyakinan yang benar yang mendukung saya. Jika kita mengabaikan dimensi sikap (yang sama sulitnya untuk mengamati atau mengukur), usaha keras pemuridan kita hanyalah kepatuhan yang kaku akan sebuah legalitas.

D) Misteri; dimensi pemuridan yang keempat adalah dasar yang tersembunyi dari seluruh tubuh piramida. Meskipun biasanya terlalu menonjol, peran Roh Kudus dalam pemuridan adalah dimensi inti yang tidak bisa kita atur, manipulasi atau kendalikan. 

Seberapa sering Anda merencanakan sebuah pemuridan yang terlihat gagal untuk menghasilkan buah? Lalu kemudian, pada waktu dan tempat yang bahkan tidak Anda sangka, Allah memutuskan untuk bergerak dan hati para murid pun berubah. Kita merencanakan, menanam dan mengairi, tapi pertumbuhan dan pengudusannya berada di bawah kendali Allah (1 Korintus 3:6-7; 1 Tesalonika 5:23). Ini adalah soal waktu Allah, dan tidak ada satu hal pun yang dapat kita perbuat untuk merekayasanya. Doa adalah sumber kekuatan dalam menanamkan dimensi pemuridan yang misterius ini.   

Jalur dan Langkah Pemuridan

Allah telah menghubungkan kita dengan berbeda cara; meskipun kita mungkin menangkapnya secara konseptual, kita tidak selalu bisa mengetahuinya secara praktis ketika kita memuridkan orang-orang. Masing-masing dari kita mengalami Allah secara berbeda-beda; dan ritme serta langkah pertumbuhan kita juga akan bervarisasi.

Gary Thomas, dalam bukunya berjudul Sacred Pathways mengidentifikasi sembilan jalur formasi spiritual. Kelompok naturalis tumbuh semakin dekat dengan Allah ketika mampu mencapai puncak Gunung Rockie di ketinggian 14.000 kaki atau melihat mengagumi malam yang berbintang. Para cendekiawan berpendapat bahwa perjumpaan dengan Allah terbukti melalui halaman-halaman Alkitab dan buku-buku Teologi. Mereka yang antusias bertemu Allah ketika mereka berpartisipasi di dalam penyembahan tanpa rasa malu. Para pertapa menemukan pertumbuhan spiritual mereka di tempat-tempat yang cukup sepi bersama Allah.

Para murid yang tidak mengalami apa-apa ketika "menyendiri", kedalaman hubungan mereka dengan Allah mungkin akan terbukti kedalamannya melalui tindakan membantu orang miskin atau membangun rumah untuk para gelandangan. Satu ukuran tidak akan bisa cocok untuk semuanya. 
           
Kesalahan yang biasa dilakukan para pemimpin muda saat memuridkan adalah asumsi bahwa murid mereka akan mengalami perjumpaan dengan Allah melalui cara yang sama dengan mereka.

Salah satu bagian untuk menyembuhkannya adalah, menerima ide bahwa Allah menghubungkan murid-muridnya dengan cara yang berbeda-beda. Bagian lain adalah mengidentifikasi bagaimana murid kita terhubung dan bersandar secara benar. Pelayanan kaum muda yang hanya berfokus kepada satu jenis jalur spiritual, akan membuat mereka yang memerlukan jalur lain menjadi frustrasi.

Kitab Perjanjian Baru menggambarkan variasi dari jalur dan langkah para murid. 

Rasul Paulus akurat secara Alkitabiah dan terdengar Teologis. Dia ditempa dengan sangat baik dan menulis surat-surat berisikan kebenaran yang dalam serta instruksi. Mungkin Anda memiliki beberapa murid dalam kelompok Anda yang menemukan pertumbuhan spiritualnya melalui pembelajaran yang mendalam tentang Firman Allah. Bagaimana Anda harus memuridkan mereka?   

Tomas terlihat baru benar-benar mengalami perjumpaan dengan Allah ketika dia bisa melihat, menyentuh, dan berbicara kepada-Nya. Meskipun beberapa dari kita terkadang merasa ragu dan gamang dengan akal kita, ada beberapa orang seperti Tomas yang menemukan bagian penting dalam pertumbuhan imannya denga cara tersebut. Henri Nouwen duduk di depan lukisan Rembrandt berjudul The Return of Prodigal selama berhari-hari, memepelajari cerita dari lukisan tersebut secara rinci dengan cara melihatnya. Saya terlalu bersifat ADHD (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas - Red.) untuk dapat menghabiskan waktu berjam-jam menatap sebuah lukisan. Akan tetapi, dengan musik, presentasi visual yang mencolok dan pengalaman seperti menyentuh kasarnya kayu salib, mungkin adalah cara dari beberapa murid Anda untuk menemukan pemahamannya terhadap Allah secara dalam dan signifikan. Bagaimana Anda akan memuridkan orang yang harus merasakan sensasi Allah secara pribadi seperti Tomas?

Petrus lebih emosional dan nekat. Petrus ini sumbu pendek. Dia memotong telinga orang lain dan berbicara sembarangan yang akhirnya justru berbalik merugikan dirinya sendiri. Tampaknya Yesus harus mengulang perkataan Petrus beberapa kali sebelum mereka menjadi mandek. Petrus cenderung mendahulukan tindakan daripada pikiran. Saya menduga jika kita punya murid seperti Petrus dalam pelayanan ibadah kita, dia akan melompat berdiri di atas kursi atau dengan lututnya. Namun, pertumbuhan imannya lebih terlihat ketika dia terhubung secara aktif dengan Kristus. Petrus menangis dengan pedih ketika dia menyadari bagaimana dia telah menyakiti hati Kristus, dan puncaknya dia mati sebagai seorang martir. Bagaimana Anda akan memuridkan orang yang antusias seperti Petrus?

Tanda-tanda Pemuridan

Jika tujuan kita dalam pelayanan kaum muda adalah agar mereka secara penuh mengabdikan diri mengikut Kristus, maka tindakan selanjutnya adalah menjelaskan arti menjadi pengikut Kristus itu sendiri. Saya terkejut dengan dorongan dan kejenakaan ketika saya bercakap-cakap dengan para pemimpin muda. Beberapa menolak untuk membuat daftar perilaku, khawatir akan kekakuan dari legalisme. Beberapa masih samar-samar, gambaran kabur dari beberapa makhluk spiritual yang terdengar luar biasa, tapi tidak nyata.           

Saya yakin banyak pemimpin yang tidak pernah mendeskripsikan secara jelas arti dari orang yang dimuridkan. Ketika para murid sudah lulus dari pelayanan Anda, bagaimana kita menyebut mereka? Kurikulum apa yang Anda pakai sebagai acuan "keserupaaan dengan Kristus"? Jika Anda tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang di mana kita ingin mereka berada setelah meninggalkan pelayanan kita, mereka akan kesulitan mengetahui apa yang diharapkan kepada mereka. Tidak memiliki tujuan akan mengarahkan Anda pada kegagalan.

Terkadang, kita lebih bisa memahami sesuatu denga cara memahami hal yang berlawanan dengannya. Dallas Willard, dalam bukunya berjudul The Divine Conspiracy termasuk bab Curriculum for Christlikeness, yang mana dia mendeskripsikan apa saja yang tidak ada dalam kurikulum itu:
Itu bukanlah kemufakatan abadi.
Itu bukanlah pengalaman khusus.
Itu bukanlah kesetiaan terhadap sebuah gereja atau keahlian dalam mempertahankan doktrin secara sempurna.

Ketika saya meminta kepada murid-murid saya dalam kursus di Denver Seminary untuk menuliskan definisi dari pengikut yang mengabdi secara penuh terhadap Kristus, deskripsi-deskripsi mereka berisi "Buah-buah Roh" (Galatia 5:22), Kebahagiaan Besar (Matius 5), dan beberapa kutipan hebat lain dari Alkitab.

Izinkan saya untuk menantang Anda melakukan latihan yang sama. Buatlah definisi terbaik Anda tentang pemuridan, dengan tetap "menulis di dalam teks" dan menolak tekanan politis, sama halnya dengan relevansi budaya.  

Penggambaran Pemuridan dari Perjanjian Baru: Paulus dan Yesus

Mari kita menjelajahi kata-kata dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika dan perkataan Yesus ketika Dia memberi pengertian kepada mereka yang akan menjadi murid-murid-Nya.

Dalam 1 Tesalonika 1:6, Rasul Paulus memerintahkan orang-orang percaya di Tesalonika untuk meniru contoh yang sudah diberikan. Kemudian, dalam 1 Tesalonika 2, Rasul Paulus sendiri mendeskripsikan dirinya sendiri, sehingga mereka akan memahami arti dari menjadi murid Kristus secara lebih baik.

Pertama; Rasul Paulus mengutip kegigihannya ketika berada di dalam penyiksaan (1 Tesalonika 2:2). Tidak ada yang membuatnya berhenti. Tidak ada tawaran yang mampu membuatnya runtuh. Ketika dorongan datang mendesak, Kristus menang terhadap semuanya - bahkan hidupnya. Dia tidak memenangkan imannya, Kristuslah yang memenangkannya!    

Kedua; Rasul Paulus sangat tulus dalam motivasi dan perkataannya (1 Tesalonika 2:3). Dia membicarakan kebenaran dan tidak pernah mencoba memanfaatkan orang lain. Bahasa dan motivasinya itu murni. 

Ketiga; dia berusaha untuk menyenangkan Allah bukan menyenangkan manusia (1 Tesalonika 2:4-6). Pengikut Yesus yang sungguh-sungguh tidak lagi memiliki pemikiran untuk mengatur apa yang orang lain pikirkan tentang mereka. Sebuah kebebasan yang luar biasa karena kita tidak membutuhkan pujian dari manusia, tetapi dari Allah saja. Kita harus bertanya kepada diri sendiri, apakah kita sudah puas memiliki pemikiran untuk dilupakan oleh semua orang kecuali oleh Allah. Tidak akan ada plakat, peringatan, penghargaan atau bangunan atas nama kita. Seperti yang dikatakan oleh Yohanes Pembabtis dalam Yohanes 3:30,"Dia harus semakin besar dan aku harus semakin kecil."  

Keempat; rasul Paulus adalah seorang yang suka memberi, bukan yang suka mengambil (1 Tesalonika 2:6-9). Dalam sebuah kotak kehidupan yang besar, para murid Yesus lebih banyak memberi daripada menerima. Menjadi terang. Tanamkan kebiasaan untuk memegang kepunyaannya dengan tangan terbuka. Cobalah menerapkan sikap memberi dan hidup seadanya.

Kelima, rasul Paulus pernah memiliki hidup yang tidak bercacat sebelum dia melihat dunia (1 Tesalonika 2:10). Kesempurnaan bukanlah tidak bercacat. Kehidupan yang tidak bercacat adalah kehidupan yang tidak memiliki sikap selalu beralasan. Ketika kita menemukan diri kita selalu mengucapkan kata, "Ya, tapi ..." dalam usaha kita untuk membela dan merasionalkan tingkah laku kita, kita tidak lagi hidup dengan tidak bercacat. Pengabdian penuh terhadap Kristus tidak menjalani kehidupan yang penuh dengan alasan. Rasul Paulus menantang orang-orang Kristen di Efesus untuk tidak mengizinkan, bahkan untuk "menyebut sesuatu yang berkaitan dengan percabulan" (Efesus 5:3). Seberapa sering kita di dalam kehidupan kita menampilkan lebih dari satu sebutan? 

Di dalam 2 ayat ini, Yesus menjelaskan kepada mereka yang mengikut Dia:
"Jika seseorang datang kepada-Ku tetapi tidak membenci ayah dan ibunya, istri dan anak-anaknya, saudara laki-laki dan saudara perempuannya, bahkan hidupnya sendiri, ia tidak bisa menjadi murid-Ku." (Lukas 14:26)

"Siapa pun yang tidak memikul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak bisa menjadi murid-Ku." (Lukas 14:27)   

Dan, akhirnya Yesus berkata,"Begitu juga dengan kamu masing-masing, tidak ada seorang pun di antaramu yang dapat menjadi murid-Ku jika ia tidak menyerahkan seluruh kepunyaannya (Lukas 14:33)."

Pengikut Kristus mengabdikan seluruh hidupnya kepada Kristus. Sama seperti ketika kita melakukan Doa Bapa Kami (Matius 3:9-13) dan sampai ke bagian, "Datanglah kerajaan-Mu", pertama-tama kita harus berdoa, "Kerajaan-Ku, pergilah!" Kita tidak bisa mengabdi secara penuh kepada Kristus sampai kita telah menyerahkan seluruh rencana, hidup, kehendak, dan harapan kita pada-Nya.

Dimensi pemuridan, jalur dan langkah pemuridan, dan tanda-tanda pemuridan, menyediakan dasar yang kuat ketika kita mendiskusikan metodologi. Tanpa dasar tersebut, usaha pemuridan kita akan rentan untuk dianut dan dirumuskan, yang mungkin akan menyediakan pertumbuhan iman dengan cepat tetapi tidak bertahan lama. (t/Nikos)  

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Youth Worker
Alamat URL: https://www.youthworker.com/articles/biblical-principles-of-youth-discipleship/
Judul asli artikel: Biblical Principles of Youth Discipleship
Penulis artikel: Larry Lindquist
Tanggal akses: 6 November 2018